Saya berangkat mudik pada Rabu tengah malam, 29 Mei 2019. Saya masuk tol lingkar luar di kawasan Ciater, Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang Selatan, sekitar pukul 23.50. Suasana sepi. Saya bisa memacu mobil dengan leluasa. Tapi masih di bawah 100 kilometer per jam, saya belum berani lebih karena saya perlu penyesuaian dengan mobil ini. Mobil melaju kokoh membelah kegelapan. Kabin mobil terasa sangat lapang dan bangkunya lebar.
Menjelang persilangan ke Tol Cikampek, perjalanan dihadang kemacetan. Laju mobil tersendat-sendat, persis seperti menembus kemacetan Jakarta. Saya sama sekali tidak sulit mengendalikan mobil di tengah kemacetan itu meski bagi saya ini tunggangan baru. Pengereman sangat mantap, pedal gas dan kopling enak untuk dimainkan di tengah kemacetan. AC bisa disetel sesuai keperluan. Bahkan, salah satu anak saya merasa kedinginan padahal pendingin udara pada posisi rendah.
Saat istirahat di Rest Area 72 Cipularang, Kamis, 30 Mei 2019. TEMPO/Mustafa Ismail
Saya menembus kemacetan berjam-jam, diselingi istirahat dan tidur di salah satu tempat di luar jalan tol sekitar dua jam, saya baru keluar dari cengkraman puluhan ribu kendaraan itu pada Kamis, 30 Mei 2019 pukul 10.25. Kemacetan di Tol Cikampek berujung menjelang pertigaan arah ke Tol Cipularang. Saya lalu menempuh jalan tol Cipularang yang sepi, tetap dengan kecepatan santai di bawah 100 kilometer per jam.
Setelah istirahat beberapa lama di KM 72 Cipularang, kami kembali jalan. Saya kemudian benar-benar memacu mobil dalam kecepatan di atas 100 kilometer per jam. Mobil tetap terasa mantap dan kokoh melaju, dan tentu saja stir pun menjadi sangat ringan. Di jalur tol itu, sampai pintu keluarnya di Cileunyi, dengan kecepatan tinggi itu perjalanan terasa sangat singkat. Apalagi, tidak banyak mobil pemudik yang melintasi jalan tol tersebut.
Lepas jalan tol, saya melintasi Nagreg, Kabupaten Bandung. Mendengar jalur selatan, saya teringat sejumlah kejadian pada musim-musim mudik sebelumnya: kemacetan parah di jalan yang berkelak-kelok naik-turun. Tak heran, ada sejumlah mobil jadi mogok. Jalan semacam ini adalah tantangan bagi saya, yang sungguh baru kali kedua melintasi jalur itu. Kali pertama jalur itu saya tempuh lebih 10 tahun lalu, dari arah sebaliknya. Tentu suasananya sudah sangat jauh berbeda.
Hari itu, Kamis, belum banyak pemudik yang melintasi jalur selatan Jawa Barat yang tembus ke Jawa Tengah itu. Kemacetan hanya terjadi di beberapa titik, karena aktivitas pasar dan satu lagi karena kecelakaan lalu lintas. Selebihnya perjalanan sangat lancar. Di kemacetan, meski dengan kontur jalan-naik turun, saya bisa dengan leluasa mengendarai mobil, memainkan gas, kopling, rem serta menurunkan atau menaikkan porseneling. Mobil bisa dengan mudah mendaki di tengah kemacetan itu.