TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan teknologi LG telah menandatangani nota (MoU) kesepahaman bersama Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengenai rencana investasi sebesar US$ 9,8 miliar (Rp 137,3 triliun). Kerja sama tersebut untuk pengembangan industri sel baterai kendaraan listrik yang terintegrasi dengan pertambangan.
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menerangkan MoU ini menjadi sinyal keseriusan dari LG dan pemerintah untuk mengembangkan industri baterai terintegrasi. Penandatanganan itu dilakukan pada 18 Desember 2020, dan disaksikan Menteri Perdagangan, Perindustrian, dan Energi Korea Selatan, Sung Yun-mo.
“Di masa pandemi yang penuh tantangan, ini merupakan kepercayaan luar biasa terhadap Indonesia. Nilai investasinya fantastis untuk satu korporasi, yaitu mencapai US$ 9,8 miliar,” ujar dia dalam keterangan persnya, Rabu, 30 Desember 2020.
Pengembangan industri ini akan dilakukan perusahaan baterai kendaraan listrik asal Korea Selatan, LG Energy Solution—bagian dari LG Chem—anak perusahaan LG Group, yang bekerja sama dengan konsorsium BUMN. Kerja sama investasi ini merupakan hasil tindak lanjut pertemuan Presiden Jokowi dan Presiden Moon Jae In di Busan pada November 2019 lalu.
Kementerian BUMN juga telah menyiapkan konsorsium MIND ID yang terdiri dari PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), PT Aneka Tambang (ANTM), PT Pertamina, dan PT Perusahaan Listrik Negara. Dan MIND ID akan berkolaborasi dengan LG.
Menteri BUMN Erick Thohir juga memastikan investasi ini berjalan dari sisi produksi dan pasar di dalam dan luar negeri. Menurutnya, investasi LG akan bermitra dengan konsorsium baterai BUMN di seluruh rantai pasok produksi.
“Pelaksanaannya akan ditindaklanjuti dengan studi bersama (joint study) untuk mengukur secara detail kerja sama yang akan dilakukan kedua pihak dari sektor hulu sampai hilirnya,” kata Erick.
Sebagian proyek nantinya akan berlokasi di Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang, Jawa Tengah yang sudah ditinjau oleh Jokowi pada akhir Juni lalu. Kawasan seluas 4.300 ha ini merupakan percontohan kerja sama pemerintah dan BUMN dalam menyediakan lahan kompetitif dari sisi harga, konektivitas, dan tenaga kerja.
Rencananya, sebagian baterai yang dihasilkan dari proyek ini akan disuplai ke pabrik mobil listrik pertama di Indonesia yang sudah ada. Pengembangan industri baterai listrik terintegrasi ini merupakan langkah konkret yang sesuai dengan target Jokowi untuk mendorong transformasi ekonomi menuju Indonesia Maju 2045.
Bahlil menerangkan, Indonesia akan naik kelas dari produsen dan eksportir bahan mentah, menjadi pemain penting dalam rantai pasokan dunia untuk kendaraan listrik. “Karena baterai memegang peranan kunci, bisa mencapai 40 persen dari total biaya untuk membuat sebuah kendaraan listrik,” tutur dia.