TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah studi dari Insurance Institute for Highway Safety (IIHS), Amerika Serikat (AS), menyebutkan bahwa konsumen pembeli mobil bekas cenderung tidak peduli dengan fitur bantuan mengemudi yang ada pada mobilnya. Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran dan pendidikan soal mobil dan fitur keselamatannya.
IIHS melakukan penelitan terhadap 750 pemilik mobil model terbaru keluaran antara tahun 2016 dan 2019. Dari total responden tersebut, 402 pemilik mobil membeli model terbaru, sementara 362 sisanya membeli mobil bekas.
Hasil dari studi ini menyebutkan bahwa para pembeli mobil bekas secara substansial lebih kecil kemungkinannya untuk membeli mobil baru demi mengetahui sistem bantuan mengemudi canggihnya.
"Mereka juga cenderung tidak dapat menggambarkan bagaimana fitur-fitur itu bekerja, dan mereka kurang percaya pada fitur tersebut. Itu bisa diterjemahkan ke dalam penggunaan yang lebih jarang, menyebabkan pengurangan kerusakan dari sistem ini berkurang," kata Ilmuwan Riset Senior IIHS Ian Reagan, dikutip dari laman resmi IIHS.
Studi ini menyebutkan bahwa kurang minat pembeli mobil bekas terhadap fitur keselamatan pada kendaraan ini disebabkan kurangnya pendidikan dan minat. Penjual mobil bekas juga tidak menginformasikan semua detail mobil saat menjual ke konsumen.
IIHS mengungkapkan bahwa sistem bantuan mengemudi dan keselamatan kendaraan mampu memberikan pengaruh terhadap pengguna kendaraan. Misanya fitur forward collision warning with automated emergency braking (AEB) yang mampu mengurangi tabrakan mobil sebesar 50 persen.
Kemudian fitur Lane departure warning mampu mengurangi kecelakaan tunggal, sidewipe dan head-on sebesar 11 persen. Fitur blind spot mengurangi kecelakaan yang disebabkan perubahan jalur sebesar 14 persen. Tidak digunakannya fitur bantuan mengemudi ini diklaim justru meningkatkan risiko kecelakaan di jalan.
Baca juga: PPnBM Nol Persen, Carsome: Harga Mobil Bekas Terpengaruh