TEMPO.CO, Jakarta - PT Mobil Anak Bangsa (MAB) selaku produsen bus listrik dalam negeri mengklaim mampu merakit 100 bus ramah lingkungan itu dalam waktu sebulan.
"Kami dalam tahap pengembangan prototipe ketiga. Prosesnya pun telah masuk dalam tahap uji tipe di Kementerian Perhubungan," ujar Presiden Direktur PT Mobil Anak Bangsa, Mayjen TNI (Purn) Leonard, di Jakarta, Kamis, 21 Maret 2019.
Setelah lolos dalam tahap pengujian di Kementerian Perhubungan, prototipe bus listrik itu akan diajukan ke Kementerian Perindustrian untuk mendapatkan lisensi produksi.
Prototipe ketiga itu dipamerkan dalam ajang Busworld South East Asia 2019 di Jakarta International Expo Kemayoran, Jakarta pada 20-22 Maret.
Leonard mengatakan bus listrik MAB juga akan diuji coba di jalanan Jakarta sebagai bagian kerja sama dengan PT Transportasi Jakarta (PT Transjakarta).
Baca: Calon Bus Listrik Transjakarta Mejeng di Pameran Busworld 2019
"Proses administrasinya sudah dimulai secara simultan. Kalau Transjakarta menghendaki, kami akan menyiapkan unitnya," katanya.
Bahan baku karoseri, badan mobil, hingga desain sasis, menurut Leonard, sudah dikerjakan dengan bahan baku dalam negeri. Hanya baterai, motor listrik, dan pengendali (controller) yang masih harus dipasok dari negara lain.
"Kami masih bekerja sama dengan mitra kami di luar negeri. Dalam proses itu, kami menghendaki transfer of knowlegde. Kami juga berkerja sama dengan Institut Teknologi Bandung sehingga membuka peluang untuk memproduksi komponen dalam negeri yang jauh lebih layak," ujarnya.
Bus listrik MAB berkapasitas 24 kursi dengan empat tempat duduk prioritas disabilitas, ibu hamil, serta lansia. Secara keseluruhan bus itu punya kapasitas 60 penumpang.
Bus itu berbekal mesin Lithium Fenno Phosphabe (LiFePo) dengan daya 259 kWh, serta tenaga maksimum 268 hp. Interval pengisian baterai adalah tiga jam dengan jarak jelajah sejauh 300 km untuk sekali pengisian. Satu bus dipasangi 12 baterai.
Baca: Ini Kelebihan dan Kekurangan Bus Listrik Transjakarta
"Kami membatasi kecepatan laju bus 70 km/jam meskipun kecepatan bus bisa mencapai lebih dari 100 km/jam. Torsinya udah 0 karena tidak menggunakan bahan bakar dan ketika pedal ditekan bisa langsung melaju," katanya.
Keuntungan penggunaan bus listrik selain mengurangi emisi adalah biaya operasional yang lebih hemat.
Leonard mencontohkan jika satu kilometer perjalanan bus berbahan bakar fosil membutuhkan biaya Rp100 ribu, bus listrik hanya berbiaya Rp30 ribu.
Terkait limbah baterai, piranti yang sudah tidak terpakai bisa digunakan untuk keperluan industri rumah tangga, misalnya solar sel dan berbagai kebutuhan lainnya.
"Kami akan mengganti baterai yang sudah berusia lima tahun. Laju bus pun akan lebih halus dan tidak berisik," kata dia.
Baca: Mei 2019 Transjakarta Akan Uji Coba Bus Listrik
Namun, bus listrik masih menyisakan persoalan yang harus dipenuhi seperti stasiun pengisian daya listrik.
Direktur Utama PT Transjakarta Agung Wicaksono mengatakan stasiun pengisian daya untuk bus listrik hanya terdapat dua stasiun di kawasan Pulo Gadung, Jakarta Timur.
"Sudah ada dua unit pengisian daya (charging station) bus listrik yang merupakan hasil kerja sama dengan operator di pool mereka di Pulo Gadung, Jakarta Timur," kata Agung.
Antara