TEMPO.CO, Jakarta - Perlambatan penjualan truk dan bus serta penerapan regulasi ODOL diyakini membuat industri karoseri ikut merasakan dampaknya. Peningkatan permintaan industri karoseri mulai terjadi pada awal semester II/2019, tetapi sepanjang tahun ini diprediksi melambat pada kisaran 10 persen dibandingkan dengan 2018.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Karoseri Indonesia (Askarindo) T.Y Subagyo mengatakan penerapan aturan over dimension over load (ODOL) berdampak luas terhadap karoseri, transporter, dan penjualan sasis agen pemegang merek (APM). Pasalnya, transporter akan melakukan normalisasi terlebih dahulu dibandingkan dengan menambah armada baru.
"Sehingga dampaknya ke karoseri terjadi penurunan produksi. Kalau untuk bus memang ada peningkatan karena permintaan pemerintah di daerah tapi belum banyak," ujarnya kepada Bisnis, Kamis 31 Oktober 2019.
Subagyo mengatakan permintaan bus yang mulai bergerak naik tidak akan bertahan lama lantaran semua pesanan harus diselesaikan pada akhir tahun ini. Menurutnya, secara umum industri karoseri diproyeksikan melambat pada kisaran 10 persen, atau sejalan dengan industri otomotif nasional.
Dia memprediksi, selama 2 tahun ke depan pelaku usaha akan menahan ekspansi armada karena terlebih dahulu melakukan normalisasi kendaraan. Pasalnya, pada 2021 semua kendaraan harus bebas dari ODOL.
"Selama 2 tahun ke depan transporter akan normalisasi armada yang dimiliki, mungkin ada penambahan atau pasar mungkin tetap."
Sejak tahun ini hingga 2021 pemerintah akan menindak tegas truk ODOL. Kementerian Perhubungan menyebutkan pada 2020, truk ODOL bakal dilarang melintasi jalan tol, kemudian pada 2021 akan dilarang seluruhnya.
Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan penjualan truk pada Januari-September 2019 sebanyak 65.832 unit melambat 22 persen dibandingkan tahun lalu. Kondisi serupa dialami penjualan bus tercatat sebanyak 2.209 unit, melambat 18 persen ketimbang periode yang sama 2018.
BISNIS