TEMPO.CO, Klaten - Inisiator mobil perdesaan Mahesa Nusantara, Sukiyat, mengaku tidak mengambil banyak untung dari hasil penjualan Mahesa jika sudah diproduksi secara massal pada 2018.
"Harga Rp 50 juta sampai Rp 70 juta itu sudah dapat untung sekitar 8 persen. Mahesa memang dijual murah karena saya tahu kondisi petani. Ayah saya dulu juga petani," katanya saat ditemui Tempo di bengkel Kiat Motor miliknya di Desa Mlese, Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten, Selasa, 3 Oktober 2017.
Baca: Mahesa Nusantara Double Kabin Diubah Jadi Pick Up Butuh 5 Menit
Sukiyat mengatakan ada dua faktor penunjang murahnya harga jual Mahesa Nusantara. Pertama, mayoritas komponennya adalah produk lokal. Digagas sejak 3,5 tahun lalu, purwarupa tiga tipe Mahesa yang diluncurkan tahun ini 90 persen komponennya dari industri kecil dan menengah (IKM) di Indonesia.
Adapun sisanya menggunakan komponen impor, di antaranya blok persneling dan sistem digital pada spidometer. "Untuk purwarupa, memang masih menggunakan sebagian kecil komponen dari vendor kita di luar negeri. Tapi, kalau sudah diproduksi massal, 100 persen komponennya asli buatan anak bangsa," ujarnya.
Disinggung ihwal mesin Mahesa, Sukiyat berujar para ahli di Indonesia saat ini sudah bisa membuatnya sendiri. "Mesin yang buat dari Quick (CV Karya Hidup Sentosa Yogyakarta, produsen traktor Quick). Alat mereka lengkap. Jangan lupa, ada 165 pemikir di Mahesa Nusantara," ucapnya.
Selain dapat menekan harga jual Mahesa, Sukiyat berujar, pemanfaatan komponen produk lokal dapat menjaga kelangsungan hidup para IKM. Di samping memproduksi komponen untuk produksi massal Mahesa, IKM di sejumlah daerah di Jawa Tengah dapat membuat suku cadangnya.
Baca: Interior Mahesa Nusantara Serasa Naik Suzuki Carry Tahun 90an
"Mahesa untung sedikit enggak apa-apa. Kalau omzetnya besar, dampak ke masyarakat juga sebanding. Ribuan penganggur bisa terserap di Mahesa dan IKM," tuturnya.
Faktor kedua yang menunjang murahnya harga jual Mahesa adalah komitmen bersama para perintisnya bahwa Mahesa Nusantara bukan semata-mata bisnis, yang hanya mengejar untung besar.
"Kalau niatnya memasukkan uang (berinvestasi) demi cari untung terus, saya tolak. Mahesa ini proyek social entrepreneur, bukan murni bisnis. Laba tidak selalu berwujud uang, tapi juga paseduluran (persaudaraan)," katanya.
DINDA LEO LISTY