TEMPO.CO, Tokyo- Pemerintah Jepang, Minggu, 5 Januari 2020, mengumumkan bahwa akan memperketat langkah-langkah atau prosedur keimigrasian setelah mantan bos Nissan Carlos Ghosn meninggalkan negara itu dan mendarat di Libanon. Ghosn kini menjadi buron internasional.
Ghosn mengungkapkan pada hari Selasa, 31 Desember 2019, bahwa ia telah melarikan diri ke rumah masa kecilnya di Libanon untuk melarikan diri dari sistem peradilan yang dia klaim “dicurangi” di Jepang.
Mantan orang nomor satu Nissan Motor dan Renault ditangkap di Tokyo pada November 2018 dan menghadapi berbagai tuduhan pelanggaran keuangan, yang ia bantah.
Menteri Kehakiman Masako Mori mengatakan kepergian Ghosn "tampaknya ilegal" sangat disesalkan. Dia berjanji akan melakukan penyelidikan menyeluruh dan mengatakan pihak berwenang telah mengeluarkan pemberitahuan internasional (red notice) untuk penangkapannya.
"Saya telah menginstruksikan Badan Layanan Imigrasi untuk berkoordinasi dengan agen terkait, untuk lebih memperketat prosedur keberangkatan," katanya, seraya menambahkan bahwa pelepasan jaminan Ghosn tidak dibenarkan, dan bahwa pengadilan telah mencabut jaminannya, demikian Reuters, Minggu, 5 Januari 2020.
Secara terpisah, jaksa mengeluarkan pernyataan membela sistem peradilan Jepang, mengatakan kepergiannya mengabaikan sistem hukum dan dianggap sebagai kejahatan.
Pihak berwenang tetap bungkam selama berhari-hari setelah peristiwa pelarian Ghosn, dengan semua kantor pemerintah dan sebagian besar bisnis tutup untuk liburan tahun baru.
Dengan demikian, masih belum jelas apa yang mungkin dilakukan Jepang untuk membawanya kembali. Terlebih lagi, Jepang hanya memiliki perjanjian ekstradisi dengan Amerika Serikat dan Korea Selatan, yang berarti mungkin sulit untuk mengembalikan Ghosn dari Libanon.
Libanon minggu ini mengatakan telah menerima surat perintah penangkapan Interpol untuk Ghosn. Dikatakan dia memasuki negara itu secara legal.
Seorang pejabat senior keamanan Libanon mengatakan belum jelas apakah Ghosn akan dipanggil untuk ditanyai atas surat perintah itu, tetapi menambahkan bahwa Libanon tidak mengekstradisi warganya.
The Wall Street Journal melaporkan pada hari Jumat, 3 Januari 2020, bahwa Ghosn menyelinap keluar dari Jepang menggunakan jet pribadi. Ia disebut disembunykan dalam kontainer hitam besar yang biasanya digunakan untuk membawa perlengkapan audio.
Dia didampingi oleh sepasang pria dengan nama yang cocok dengan kontraktor keamanan Amerika, kata surat kabar itu, mengutip orang-orang yang akrab dengan investigasi dalam pelarian itu. New York Post dalam laporannya, Minggu, 5 Januari 2020 mengungkapkan bahwa kedua orang yang mengawal Ghosn disebut-sebut sebagai mantan anggota Baret Hijau Amerika Serikat yang punya pengalaman berperang di Afganistan.
Seorang operator jet pribadi Turki mengatakan dua pesawatnya digunakan secara ilegal untuk membawa Ghosn, dengan seorang karyawan memalsukan catatan sewa untuk mengecualikan nama eksekutif.
Menurut perusahaan itu, MNG Jet, ia terbang dari Osaka, Jepang, ke Istanbul, tempat ia berganti pesawat dan terbang ke Beirut.
Turki mengatakan pihaknya telah menahan tujuh orang, termasuk empat pilot, sebagai bagian dari penyelidikan atas peralihannya ke Istanbul.
Jaksa penuntut Jepang mengatakan sistem hukum menjamin semua terdakwa pengadilan yang cepat, terbuka dan adil. Mereka menambahkan bahwa penahanan Carlos Ghosn yang lebih dari 100 hari dibenarkan dengan alasan bahwa ia "memiliki jaringan domestik dan luar negeri yang luas dan bahwa ia dapat mengerahkan pengaruhnya yang cukup besar untuk menyembunyikan bukti."